WatuGajah, Merapi 0.00 Miles Away; Bascamp merapi/new selo 1.30 Miles Away; Alam Sutra Selo Boyolali 1.36 Miles Away; Kawasan Wisata New Selo Boyolali 1.50 Miles Away; Basecamp Pak Pardi Merapi Selo 1.56 Miles Away; Menir guide Merapi Jl.kihajar salaka 1.76 Miles Away; EXPLORE NEARBY WATU GAJAH, MERAPI Local business;
WI0859P. - Saat melintasi sistem pengendalian banjir lahar dan tanah longsor Sabo di daerah Bronggang, Sleman, Yogyakarta, kamu akan melewati sebuah batu berukuran besar, sekitar 3 meter dengan tinggi 2,5 meter di tengah-tengah jalan ke arah sungai Gendol. Batu inilah yang disebut Batu Gajah atau Watu Gajah. Diberi nama Batu Gajah karena ukuran besar dan warnanya menyerupai seekor gajah. Batu Gajah ini adalah salah satu bukti kedahsyatan meletusnya Gunung Merapi pada tahun 2010 silam. Selain lahar panas yang meluluh-lantakkan desa-desa di kaki gunung dan daerah sekitarnya, ada lahar dingin juga yang membuat jembatan dan jalan kubik bebatuan ikut terbawa dan terseret dari perut Gunung Merapi. Hal itu membuat kerusakan pemukiman, korban ternak, dan korban jiwa. Nggak Mau DipindahkanBatu Gajah atau Watu Gajah yang konon gak bisa dipindahkan. Z Creator/Diva AmiKonon Batu Gajah ini, enggak mau dipindahkan dari tempat di mana pertama kali ditemukan. Jika dilihat, batu ini jelas mengganggu lalu lintas ke arah jembatan Sungai Gendol, karena ukurannya yang raksasa, dan letaknya yang tepat di tengah-tengah jalanan. Sudah banyak orang yang ditugaskan memindahkan batu tersebut. Penggunaan alat berat pun sia-sia karena enggak pernah ada yang berhasil memindahkan batu yang memiliki berat berton-ton lain juga pernah dicoba, dari ritual warga sampai memanggil para sesepuh yang dipercaya punya “kelebihan” untuk membantu melancarkan pemindahan batu ini ke tempat lain. Tetapi tetap saja enggak membuahkan Gajah yang berada di tengah jalan raya. Z Creator/Diva AmiKarena itulah banyak masyarakat sekitar meyakini bahwa batu ini memiliki sosok “penunggu” yang sangat kuat dan enggak terima jika dipindahkan ke tempat yang bukan dikehendakinya. Penunggu tersebut punya kekuatan kuat karena berasal dari Gunung Merapi. “Dari dulu, batunya sudah berkali-kali dicoba dipindahkan pakai alat berat, kan letaknya ganggu jalan ya. Eh alat beratnya malah rusak. Lalu, kalau manggil orang pintar, selalu saja ada hal-hal tidak diinginkan kejadian setelahnya. Pokoknya ada aja halangannya, nggak tahu juga kenapa bisa begitu,” kata Wisnu, salah satu warga setempat. Baca juga Batu Prasasti Berusia Tahun Ungkap Awal Mula Manusia Mengenal HantuDijadikan PengingatBatu Gajah di Bronggang, Sleman, Yogyakarta. Z Creator/Diva AmiKini, Batu Gajah dijadikan sebuah “tetenger” yang artinya adalah sebuah penanda atau pengingat. Di sekeliling batu dibuat seperti pondasi dengan beberapa tulisan pengetahuan di tiap ini menjadi penanda erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang mengakibatkan aliran piroklastik terbesar yang mengalir ke Sungai Gendol. Warga pun sudah terbiasa dengan kehadiran Batu Gajah di sana. Mereka sudah tidak merasa terganggu, karena jalannya pun sudah dibuat cukup luas sisi kanan dan kiri batu Gajah yang dijadikan pengingat letusan Merapi. Z Creator/Diva AmiDi sekitarnya terdapat tempat nongkrong atau sekedar duduk-duduk di tepian jembatan Sungai Gendol. Banyak juga yang mengabadikannya dengan swa-foto di lokasi tersebut. Baca juga Aneh tapi Nyata, Batu di Langgar Baitul Hajjar Tulungagung Konon Tak Mau DipindahkanTerlepas dari mistis ataupun bukan, keberadaan Batu Gajah akan selalu menjadi daya tarik tersendiri karena keberadaannya menjadi pengingat untuk kita bahwa Gunung Merapi mampu meninggalkan jejak yang begitu dahsyat dan pengaruhnya sangat besar terhadap apa yang ada di Batu Gajah ini bisa menjadi magnet para wisatawan yang penasaran untuk melihatnya. Artikel Menarik Lainnya Bangga! Gamelan Go International, Jadi Mata Kuliah di Ekuador Berkat Sosok Agung Kurniadi Keren! Di Tempat Ini Air Bisa “Bermain” Musik Gamelan, Suaranya Menyejukkan Bertahan Melawan Perubahan Zaman, Bisnis Gamelan Sekali Jadi Cuan Rp40 Juta Misteri Ikon Kota Depok yang Mengeluarkan Bunyi Gamelan Tiap Malam, Ini Sosok Penunggunya Horor! Alunan Suara Gamelan Terdengar dari Sekolah yang Lama Tidak DitempatiBikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini. Z Creators
Sunrise Gunung Merapi. Benedictus Oktaviantoro/ Malam belum sempurna menyentuh pagi, tatkala kaki ini melangkah merayapi pasir dan bebatuan. Halimun basah dan terpaan angin mencipta gigil dingin. Namun semangat kami tak surut. Perlahan namun pasti kami terus bergerak, berusaha menggapai puncak gunung paling aktif di Indonesia, Gunung Merapi. Sekilas Tentang Gunung Merapi Berdiri dengan tegak di utara Yogyakarta, Gunung Merapi seolah-olah memamerkan kegagahannya dan memanggil untuk dihampiri. Saya pun tak tahan dengan godaannya. Hingga akhirnya pada suatu sore yang cerah saya dan beberapa kawan pun memutuskan untuk menjawab panggilan Merapi. Setelah mempersiapkan rencana fun trekking sejak jauh-jauh hari, kami pun memacu kendaraan menuju basecamp Barameru di Selo, Boyolali. Merapi, sebuah gunung berapi aktif dengan ketinggian meter di atas permukaan air laut dan sempat membuat geger masyarakat di sekitarnya pada tahun 2010 silam. Dimana pada saat itu Sang Mahaguru Merapi mengeluarkan lahar dan awan panasnya ke arah selatan dan memakan banyak korban jiwa. Pasar Bubrah Gunung Merapi. Benedictus Oktaviantoro/ Bahkan Mbah Maridjan sang juru kunci pun turut menjadi korban terjangan wedus gembel yang meluluhlantakkan lereng selatan Gunung Merapi. Bukan kali ini Merapi memuntahkan material vulkanik dan meluluhlantakkan pemukiman warga. Hal itu sudah terjadi berulang-ulang dan memiliki siklusnya sendiri. Meski begitu masyarakat di sekitar lereng Merapi enggan berpindah dari kawasan tersebut. Bagi mereka Gunung Merapi adalah sosok ibu sekaligus mahaguru yang tidak bisa ditinggalkan. Usai erupsi, Merapi pasti akan menyuburkan ladang-ladang warga dan memberikan hasil yang berlipat ganda. Gunung Merapi bukan sekedar fenomena alam. Ada kebudayaan dan kepercayaan yang tumbuh berimpit disana. Pantai Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi berada dalam satu garis lurus yang dihubungkan oleh sumbu imajiner. Masyarakat Jawa mempercayai bahwa Laut Selatan melambangkan elemen air, Gunung Merapi elemen api, dan Keraton adalah penyeimbangnya. Ketiganya dikenal sebagai trinitas kosmologi. Dan kali ini saya akan merayapi elemen api itu dengan segala keelokannya. Para pendaki Gunung Merapi. Benedictus Oktaviantoro/ Pendakian Gunung Merapi Pun Dimulai Sebelum memulai pendakian, kamu wajib lapor ke pos Barameru yang menjadi basecamp pendakian Gunung Merapi di jalur utara atau Selo. Selain jalur Selo, sebenarnya ada juga jalur pendakian lain seperti Deles Klaten, jalur Babadan Magelang, dan jalur Kinahrejo Yogyakarta. Namun akibat lebatnya vegetasi dan juga erupsi 2006, jalur-jalur tersebut sudah tidak laik pakai. Sehingga jalur paling populer, paling aman, dan paling mudah adalah jalur Selo, Boyolali. Selain lapor, kamu juga bisa re-packing barang bawaan kamu, memesan makanan ataupun minuman hangat, dan mencari teman perjalanan menuju puncak Merapi. Selain itu, jika kamu membutuhkan jasa guide atau porter, kamu juga bisa minta tolong kepada Mbah Min pemilik rumah/basecamp Barameru untuk mencarikannya. Jasa guide pendakian Merapi di bandrol Rp dan jasa porter Rp dengan beban tertentu. Jika butuh trekking pole, perkumpulan guide Gunung Merapi juga telah menyediakannya. Cukup dengan Rp untuk sekali jalan. Setelah anggota tim lengkap, saya dan kawan-kawan mulai menata ulang barang bawaan dan melakukan pemanasan serta peregangan otot. Hal ini penting dilakukan ketika kita akan melakukan kegiatan yang membutuhkan kekuatan fisik dalam skala besar. Apalagi ketika mendaki gunung seperti sekarang ini. Tatkala jam digital menunjukkan angka WIB, kami pun mulai bergerak. Jalur beraspal dengan kemiringan yang curam menjadi sambutan pembuka yang berat dan cukup mengagetkan. Nafas kami pun menjadi tersengal-sengal. Tetapi jalur beraspal ini kami jadikan proses aklimatisasi tubuh dengan suhu udara dan ketinggian di lereng utara Gunung Merapi. Welcome sign dengan tulisan New Selo seperti di Gunung Lee, Griffith Park, Los Angeles dengan tulisan Hollywood-nya pun kami lalui. Sebelumnya kami sempat berhenti sejenak untuk mengatur nafas serta detak jantung yang mulai berpacu dengan hebatnya karena jalan beraspal tadi dan tebalnya kabut yang sedikit mengganggu pernapasan saat itu. Tak ingin berlama-lama. Kami pun meneruskan pendakian menuju Pos 1 Gunung Merapi. Perjalanan dari welcome sign New Selo menuju Pos 1 kami tempuh sekitar 2 jam. Jalan yang tadinya aspal lebar berganti menjadi jalan setapak berbatu. Jurang di sebelah kiri jalan menemani perjalanan kami. Sesampainya di atas kami bertemu dengan kebun warga yang ditanami kol dan tembakau. Jalan setapak landai menjadi bonus perjalanan. Cukup untuk menghela nafas dan membenarkan posisi ransel kami. Setelah melewati ladang penduduk, ada gapura selamat datang bagi para pendaki Gunung Merapi dan hutan pinus yang lebat mengiringi perjalanan kami. Para pendaki Gunung Merapi sedang berjalan menuju Pasar Bubrah. Benedictus Oktaviantoro/ Jalur Pendakian Merapi Pos 1 – Pos 2 Dari Pos 1 ke Pos 2 kami memakan waktu sekitar 1,5 jam. Jalur ini didominasi oleh pepohonan kayu dan bebatuan dengan tingkat kemiringan tanah bermacam-macam, dari landai hingga terjal. Hati hati juga di jalur ini, karena di beberapa lokasi jalur berada di gigir jurang. Jika kamu melakukan pendakian di malam hari, persiapkan betul alat penerangan seperti senter atau headlamp supaya jalur pendakian terlihat jelas. Jalur Pendakian Merapi Pos 2 – Watu Gajah Dari Pos 2 ke Watu Gajah, kami memakan waktu sekitar 1,5 jam. Sebenarnya terdapat dua jalur yang bisa digunakan untuk mencapai Watu Gajah dari Pos 2. Jalur pertama sedikit landai tetapi lebih jauh dan tembusnya setelah Watu Gajah, sedangkan jalur kedua lebih ekstrim karena memiliki kemiringan tanah hampir 50° dan didominasi oleh batuan vulkanik. Di Pos Watu Gajah ini kami bersama rekan-rekan tidak mendirikan tenda, hanya bersembunyi di balik batu besar sembari memasak minuman menggunakan kompor lapangan. Saat itu bulan Juli, dimana bulan tersebut adalah bulan yang cocok untuk mendaki gunung di Indonesia karena cuaca sangat terang dan cerah serta minim hujan. Ketika melihat ke atas, taburan bintang berserakan menghiasi gelapnya semesta. Angin bergerak dari lembah menuju gigir, kadang perlahan dan kadang kencang. Suaranya menciptakan harmoni alam yang indah. Taburan gemintang dan gugusan Bima Sakti serta langit yang tadinya biru gelap perlahan menghilang dan tergantikan oleh cahaya keemasan yang berasal dari ufuk timur. Samar-samar nampak Gunung Lawu menjelma siluet dan jutaan lampu kota Surakarta yang masih terlihat tegas sebagai foreground. Di sisi barat, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Dataran Tinggi Dieng, dan Gunung Slamet juga nampak gagah karena terpapar bias sinar sang surya. Di sisi utara, jelas dan tegas terlihat Gunung Merbabu. Dan yang terakhir di sisi utara, sebuah gundukan batu besar nan gagah yang sering mengeluarkan isi perutnya ke berbagai penjuru dan sudah banyak memakan korban tetapi selalu di sayang oleh masyarakat sekitar, puncak Gunung Merapi. Sebuah kombinasi sempurna yang sayang jika dilewatkan. Dari semua penjuru jalur pendakian Gunung Merapi, Watu Gajah merupakan tempat yang sempurna untuk menyambut pagi. Saya pun serasa enggan beranjak dari lokasi ini karena tak ada puasnya menikmati pesona lanskap yang tersaji. Jalur Pendakian Merapi Watu Gajah – Puncak Gunung Merapi Sebelum sang surya mulai meninggi, kami pun meneruskan langkah menuju Puncak Merapi. Dari Pos Watu Gajah ke Pasar Bubrah kami menempuh perjalan sekitar 40 menit. Jalur ini tidak terlalu sulit dan relatif landai tetapi sudah tidak ada vegetasi yang mampu menjadi penghalang angin. Sesampainya di Pasar Bubrah kami beristirahat terlebih dahulu dan sesekali mengabadikan lanskap di sekitar. Ribuan tahun silam, Pasar Bubrah merupakan kawah utama Gunung Merapi. Kini kawasan ini berubah menjadi hamparan pasir dan batuan dengan ukuran yang sangat luas. Tiap 17 Agustus, kawasan Pasar Bubrah ini dijadikan lokasi upacara. Dari Pasar Bubrah kami pun melanjutkan perjalanan menuju Puncak Gunung Merapi. Ada sedikit kemiripan dengan jalur menuju Puncak Gunung Semeru, yakni jalur pasir. Karena itu siapapun harus berhati-hati. Carilah pijakan yang kokoh agar kaki kita tidak terperosok atau terpendam di hamparan pasir. Jika tidak yakin dengan pijakan dan memang tidak ada pilihan untuk melangkah, alangkah baiknya merangkak agar aman. Jangan lupa untuk tetap memperhatikan atas ketika ada pendaki lain supaya bisa menghindari batu yang terlontar. Setelah 1 jam mendaki dengan susah payah, kami pun mulai mencium aroma belerang yang cukup kuat, pertanda puncak semakin dekat. Ternyata benar, kami sudah tiba di puncak. Rasa lelah dan sakit di kaki akibat gesekan pasir yang masuk ke dalam sepatu serta berat beban di punggung membawa ransel hilang ketika melihat kawah Gunung Merapi secara langsung. Mengerikan, takjub, bangga dan semua rasa melebur menjadi satu di Puncak Gunung Merapi ini mengingat kejadian 2010 silam. Puncak Gunung Merapi. Benedictus Oktaviantoro/ Lokasi dan Akses Menuju Jalur Pendakian Merapi Gunung Merapi terletak di dua provinsi, yakni di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada beberapa jalur pendakian yang bisa digunakan untuk mencapai puncak Merapi, namun pendakian yang paling populer sekaligus paling aman adalah pendakian dari Pos SAR Barameru rumah Mbah Min, Dusun Plalangan, Desa Jlatah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Jika kamu berangkat dari Yogyakarta, kamu bisa melewati rute Jalan Magelang – Muntilan – Blabak – Ketep – Desa Jlatah Basecamp Barameru. Jika dari Boyolali, rute yang harus kamu lewati yakni Terminal Boyolali – Pasar Cepogo – Desa Jlatah Basecamp Barameru. Sedangkan jika kamu datang dari arah semarang bisa melewati rute Pasar Ampel – Pasar Cepogo – Desa Jlatah Basecamp Barameru. Pemandangan tiga gunung Sumbing, Sindoro dan Dataran Tinggi Dieng dari jalur pendakian Gunung Merapi. Benedictus Oktaviantoro/ Tips Mendaki ke Gunung Merapi Mendaki gunung termasuk dalam jenis kegiatan luar ruangan dengan resiko tinggi, karena itu kamu harus selalu berhati-hati dan mempersiapkan kegiatan pendakian dengan baik. Berikut ini ada beberapa tips yang sebaiknya kamu tahu dan kamu lakukan tatkala hendak mendaki Gunung Merapi. Fisik yang prima merupakan salah satu kunci kesuksesan pendakian. Karena itu ada baiknya kamu mempersiapkan fisikmu seminggu sebelum pendakian. Peregangan otot dan jogging bisa menjadi olahraga yang mampu mengurangi resiko kram atau keseleo di bagian waktu pendakian yang tepat, semisal pada bulan Juni hingga Agustus. Pada saat itu tanah tidak terlalu berdebu dan pepohonan masih terlihat pendaftaran ke pos retribusi/pos pendakian Gunung Merapi yang sudah perlengkapan pendakian sesuai standar dan bawalah pakaian ganti untuk mengantisipasi bila sepatu trekking atau minimal sepatu olahraga. Disarankan tidak menggunakan sandal karena tidak bisa melindungi mata kaki dan pergelangan kaki dari hentakan maupun kamu hanya berencana melakukan pendakian dalam waktu singkat, bawalah perbekalan air minum dan ransum yang mencukupi supaya tubuhmu mendapatkan energi. Lebih baik sisa dari pada merasa kurang yakin dengan kemampuan, ajaklah teman yang sudah berpengalaman di bidang pendakian gunung atau sewalah guide maupun porter minimal dalam satu grup pendakian adalah 3 orang, lebih banyak akan lebih baik. Pastikan diantara teman satu grup kamu sudah ada yang memiliki pengalaman mendaki gunung khususnya Gunung ingin mendirikan tenda, carilah tempat yang landai serta aman dari terjangan angin. Pastikan juga tendamu tidak menutup jalur yang dilewati oleh pendaki lain. Jalur menuju puncak Gunung Merapi. Benedictus Oktaviantoro/ Hamparan lampu kota Surakarta dari jalur pendakian Gunung Merapi. Benedictus Oktavianbtoro/ Pemandangan dari pos Pasar Bubrah Merapi. Benedictus Oktaviantoro/ Pemandangan tiga gunung Sumbing, Sindoro dan Dataran Tinggi Dieng dari jalur pendakian Gunung Merapi. Benedictus Oktaviantoro/
Video Editor Koko Triarko Muchawan - 24 Agu 2021 - 700 Cendana News – Tepat berada di antara jembatan dan kawasan Sabo Dam Bronggang, Argomulyo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, batu berukuran raksasa yang biasa disebut Watu Gajah, menjadi saksi bisu erupsi Gunung Merapi pada 2010 silam. Keberadaannya kini menjadi daya tarik tersendiri, sehingga banyak orang sengaja datang berkunjung untuk berswafoto. DIYerupsigunungMerapiSabo DamSlemanWatu GajahYogyakarta Sebelumnya Lyon Bawa Xherdan Shaqiri dari Liverpool, Norwich Rampungkan Transfer Brandon Williams Selanjutnya Harga Emas Naik karena Dolar AS Melemah
watu gajah gunung merapi